MAKALAH : AL WAHYU (ULUMUL QUR'AN)
MAKALAH
AL-WAHYU
Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas pada
Mata Kuliah Ulumul
Qur’an.
Dosen Pengampu : H. Ali
Imran, SQ, MA
Disusun oleh :
Kelompok 1
Akhwati Dwi Nurjannah
Lisma Iftitania
Putri Regina Potoboda
Talbia Robbi Rodhia
INSTITUT
PERGURUAN TINGGI ILMU AL-QUR’AN JAKARTA
Alamat : Jalan Raya No.
Cilandak, Pasar Jum'at Lebak Bulus No.2, Lb. Bulus, Jakarta selatan, DKI
Jakarta, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12240
TAHUN 2019/2020
KATA
PENGANTAR
Segala puji dan syukur senantiasa kami panjatkan kepada
Allah SWT. Karena atas rahmat, taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Al-Wahyu”. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah
kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah begitu banyak mengajarkan kebijakan dan
menyebarkan ilmunya kepada seluruh umatnya.
Dalam penulisan
makalah ini, kami ingin mengucapkan terimakasih kepada Bapak Ali Imran selaku dosen mata kuliah ulumul Qur’an.
Dengan menyadari pentingnya makalah ini
kami persembahkan kepada pembaca semoga bermanfaat, serta dapat dijadikan perbandingan untuk penyusunan makalah yang
akan datang. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
terdapat kekurangan, baik dalam segi kata maupun penyusunan. Saran dan kritik
yang membangun terhadap makalah ini sangat kami harapkan demi perbaikan
selanjutnya.
Jakarta,
19 September 2019
Penyusun
DAFTAR
ISI
Kata pengantar ............................................................................................ ii
Daftar isi ....................................................................................................... iii
BAB I Pendahuluan .................................................................................... 1
Latar
belakang ............................................................................................... 1
Rumusan
masalah .......................................................................................... 1
Tujuan
penulisan ............................................................................................ 1
BAB II Pembahasan ................................................................................... 2
Pengertian
Al-Wahyu .................................................................................... 2
Cara
turunnya wahyu kepada para Nabi ....................................................... 4
Perbedaan
Al-Qur’an dan Hadits Qudsi ....................................................... 5
BAB III Kesimpulan ................................................................................... 9
Daftar Pustaka ............................................................................................ iv
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Al-Qur’an selalu
berkaitan erat terhadap Islam, karena Al-Qur’an adalah kalamullah yang dengan dari Al-Qur’an-lah islam hadir sebagai agama
yang sempurna. Pembahasan yang termaktub didalam Al-Qur’an meliputi berbagai
pengetahuan. Namun proses awal mula kehadiran kitabullah inilah yang seharusnya lebih dulu diketahui bersama.
Al-Qur’an disebut juga sebagai wahyullah
atau wahyu Allah.
Al-Wahyu atau
wahyu adalah kata masdar yang memiliki dua pengertian dasar yaitu tersembunyi
dan cepat atau dapat disimpulkan wahyu adalah pemberitahuan secara khusus dan
tersembunyi, cepat dan khusus, yang ditujukan kepada orang yang diberitahu
tanpa diketahui orang lain. Secara istilah wahyu didefenisikan sebagai kalam Allah
yg diturunkan kepada Nabi. Selanjutnya dijelaskan bahwa pengertian makna wahyu
meluas menjadi beberapa makna dan pembagian.
B.
Rumusan masalah
1.
Apa
yang dimaksud dari Al-Wahyu ?
2.
Bagaimana
cara turunya wahyu kepada Nabi ?
3.
Apa
pengertian Al-Qur’an dan Hadits Qudsi ?
4.
Bagaimana
membedakan antara Al-Qur’an dan Hadits Qudsi ?
C.
Tujuan pembuatan
1.
Mengetahui
pengertian Al-Wahyu.
2.
Mengetahui
cara turunnya wahyu kepada Nabi.
3.
Menjelaskan
pengertian Al-Qur’an dan Hadits Qudsi.
4.
Menjelaskan
perbedaan antara Al-Qur’an dan Hadits Qudsi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Al-Wahyu
Pengertian “Al-Wahyu”
dari segi bahasa adalah mashdar dari kata kerja : Wahaa – Yahii – Wahyan, yang
berarti memberi wangsit, mengungkap, atau memberi inspirasi. Dalam syariat
Islam, wahyu adalah kalam atau perkataan dari Allah, yang diturunkan kepada
seluruh makhluk-Nya dengan perantara malaikat ataupun secara langsung. Kata
"wahyu" adalah kata benda, dan bentuk kata kerjanya adalah awha-yuhi,
arti kata wahyu adalah pemberitahuan secara tersembunyi dan cepat.
a.
Kata Al-Wahyu di dalam Al-Qur’an
Dalam Al-Qur’an
tercantum ada 15 bentuk kata yang berasal dari akar kata wahyu yaitu, whā, awhaitu, awhaina, nūhi, nūhihi, nuhiha,
layūhuna, yūhi, fayūhiya, ūhiya, yūha, yūhā, wahyun, wahyin, wahyan, wahyina,
wahyuhu. Al-Wahyu berulang kali disebut di dalam Al-Qur’an, berikut
beberapa ayat yang menjelaskan tentang Al-Wahyu :
·
Al-Wahyu berarti ilham sebagai bawaan dasar
manusia seperti wahyu terhadap ibu Nabi Musa, sebagaimana tertuang dalam Surat
Al-Qashsash (28) : 7.
·
Al-Wahyu berarti ilham yang berupa naluri pada
binatang seperti wahyu kepada lebah, sebagaimana tertuang dalam Surat An-Nahl
(16) : 68.
·
Al-Wahyu berarti Isyarat yang cepat melalui
rumus dan kode seperti isyarat Zakaria yang diceritakan Al-Qur’an pada Surat
Maryam (19) : 11.
·
Al-Wahyu berarti bisikan dan tipu daya setan
untuk menjadikan yang buruk kelihatan indah dalam diri manusia, sebagaimana
pada Surat Al-An’am 21) : 121.
·
Al-Wahyu berarti apa yang disampaikan Allah
kepada Malaikatnya berupa sesuatu perintah untuk dikerjakan, sebagaimana pada
Surat Al-Anfal (8) : 12.
b.
Menurut para Ulama
Ustadz Muhammad Abduh
mendefinisikan wahyu di dalam Risalah at-Tauhid adalah pengetahuan yang didapat
oleh seseorang dari dalam dirinya dengan disertai keyakinan bahwa pengetahuan
itu datang dari Allah melalui perantara ataupun tidak. Beliau membedakan antara
wahyu dengan ilham. Ilham itu intuisi yang diyakini jiwa sehingga terdorong
untuk mengikuti apa yang diminta, tanpa mengetahui dari mana datangnya. Hal
sepeti itu serupa dengan rasa lapar, haus, sedih dan senang. Menurut Muhammad
Abd. Azhim Az-Zarganiwahyu adalah :
اما
الوحي فى لسان الشرع انيعلم الله تعالى من اصطفاه من عبده كل ما اراد اطلاعه عليه
من الوان الهدا يهوالعلم الكن بطريقه سريه غير معتاده للبشر
Adapun pengertian wahyu secara syara’ (agama)
ialah pemberitahuan Allah SWT kepada hamba-hamba yang di kehendakiNya, baik
melalui hidayah (petunjukNya) maupun melalui ilmu, namun penyampaiannya dengan
cara rahasia dan tidak terjadi pada manusia biasa.[1]
B.
Cara turunnya wahyu kepada para Nabi
Ibnul Qoyyim menyebutkan bahwa penyampaian
wahyu yang diterima oleh Muhammad ada beberapa bentuk, diantaranya adalah:
§
Mimpi
Inilah
permulaan wahyu yang diterima oleh Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam.
Sebagaimana keterangan Aisyah radhiyallahu ‘anha,"Awal permulaan wahyu
yang datang kepada rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah mimpi yang
benar ketika beliau tidur.. setiap kali beliau bermimpi, beliau melihat seperti
fajar subuh…" (HR. Bukhari 3 & Muslim 422)
§
Bisikan
hati
Beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam,"Sesungguhnya Ruh Kudus (Malaikat Jibril)
membisikkan dalam hatiku, bahwa siapapun jiwa tidak akan mati sampai dia
menghabiskan semua jatah rizkinya." (HR. Abdurrazaq dalam Mushannaf, 20100)
§
Mendengar
seperti gemerincing lonceng yang sangat dahsyat
Al-Harith
bin Hisham bertanya, “Wahai rasulullah, bagaimana wahyu itu sampai padamu?”
Beliau menjawab, “Kadang-kadang seperti bunyi lonceng, dan itu sesuatu yang
paling dahsyat yang sampai kepadaku, kemudian lenyap dan aku dapat mengulang
apa yang dikatakan. Kadang-kadang malaikat hadir dalam jelmaan manusia dan
berkata kepadaku dan aku dapat memahami apa yang dikatakannya.
§
Mendengar
suara keras, seperti rantai yang digesekkan ke batu,
§
Perantara
Malaikat Jibril dengan wujud manusia, atau wujud aslinya.
Sebagaimana
yang terjadi pada hadis dari Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhu tentang iman,
islam dan ihsan, yang dikenal dengan "Hadits Jibril". Tiadalah yang
diucapkan Muhammad itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu
tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan, yang diajarkan kepadanya oleh
(Jibril) yang sangat kuat…. sedang dia berada di ufuk yang tinggi. Kemudian dia
mendekat, lalu bertambah dekat lagi. Maka jadilah dia dekat (pada Muhammad
sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi). Lalu dia menyampaikan
kepada hambaNya (Muhammad) apa yang telah Allah wahyukan… "...dan
sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada
waktu yang lain." (An-Najm: 3-14).
§
Wahyu
yang disampaikan ketika menerima perintah sholat di langit ke-7.
"Sesungguhnya
Aku Ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang haqq) selain aku, Maka sembahlah
Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku." (Thaha:14).
§
Allah
berbicara langsung kepadanya, seperti kisah Musa tanpa perantara.
Kejadian
ini disebutkan dalam hadits isra’ mi’raj. (Zadul Ma’ad, 1/76).
C.
Perbedaan antara Al-Qur’an dan Hadits
Qudsi
Al-Qur’an dan Hadits Qudsi sama-sama
bersumber dari kalam Allah, namun keduanya tidaklah sama.
a.
Makna
Al-Qur’an
Secara
etimologis Al-Qur’an adalah mashdar atau (infinitif) dari qara’a, yaqra’u. qiraa’atan, qur’aanan yang berarti bacaan.
Sebagian ulama masih menambahkan sifat lain misalnya Muhammad Ali Ash-Shabuni
menambahkan sifat Al-Mu’jiz (Mukjizat), bi
wasithah al-amiin Jibril ‘alaihi sallam (melalui perantara Malaikat Jibril), al-maktub fi al-mashaahif (tertulis
dalam mushaf-mushaf), al-mabdu bi surah
al-faatihah (diawali dengan surah Al-Faatihah), dan al-mukhtatam bi surah an-naas (ditutup dengan surah An-Nas).
Lengkapnya definisi Al-Qur’an versi Ash-Shabuni adalah :
“Al-Qur’an adalah firman Allah yang bersifat
mukjizat, diturunkan kepada penutup para nabi dan rasul dengan perantara
Al-Amin Jibril ‘alaihi salam, ditulis di mushaf-mushaf, diriwayatkan kepada
kita dengan mutawatir, bernilai ibadah membacanya, dimulai dengan surah
Al-Fatihah dan ditutup dengan surah An-Nas.[2]
b.
Makna
Hadits Qudsi
Qudsi, dari kata
al-qudus, artinya mulia dan agung karena kesuciannya. Maka maksud dari qudsi
secara bahasa maknanya Allah Ta’ala mensucikannya[3].
Adapun makna hadits qudsi secara istilah, dijelaskan oleh Syaikh Muhammad bin
Shalih Al Utsaimin:
تعالى -، ويسمى
أيضاً (الحديث الرباني والحديث الإلهي - ما
رواه النبي صلّى الله عليه وسلّم عن ربه
“Hadits
yang diriwayatkan oleh Nabi shallallahu’alaihi wasallam dari Allah Ta’ala, dan
disebut juga hadits rabbani dan hadits ilahi.”[4]
والحديث القدسي
ينسب إلى الله تعالى معنىً لا لفظاً، ولذلك لا يتعبد بتلاوة لفظه، ولا يقرأ في
الصلا
“Hadits qudsi
maknanya dinisbatkan kepada Allah namun tidak dengan lafalnya. Oleh karena itu
membaca lafalnya tidak dianggap sebagai ibadah dan tidak dibaca dalam shalat.”[5]
هو الذي يرويه النبي
صلّى الله عليه وسلم، على أنه من كلام الله تعالى، فالرسول ناقل لهذا الكلام، راو
له ولكن بلفظ من عنده هو، يتبدى ذلك صريحا فيما ينقل الرواة في آخر سند الحديث.
قال رسول الله صلّى الله عليه وسلم: قال الله تعالى، أو قال رسول الله صلّى الله
عليه وسلم فيما يرويه عن ربه عزّ وجل»
“Hadits qudsi
adalah hadits yang diriwayatkan oleh Nabi shallallahu’alaihi wa sallam,
dianggap sebagai firman Allah, yang dinukil oleh Rasulullah namun dengan lafal
dari beliau. Ini nampak jelas dari apa yang dinukil pada akhir sanadnya.
Biasanya seperti ini, “Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Allah
Ta’ala berfirman…” atau “Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, dari
yang ia riwayatkan dari Rabb-nya ‘Azza wa Jalla…”[6]
Dari penjelasan
kedua makna tersebut, disebutkan oleh Syaikh Manna’ al-Qaththan dalam kitab Mabahits fi ‘Ulum al-Qur’an bahwa ada
beberapa perbedaan antara Al-Qur’an dengan hadits qudsi dan yang terpenting
adalah :
1.
Al-Qur’an
adalah kalam Allah yang diwahyukan kepada Rasulullah dengan lafaznya yang
dengannya orang Arab ditantang untuk membuat yang seperti Alquran dalam
keindahan gramatikal dan sastra yang terkandung di dalamnya. Tantangan itu
tetap berlaku sampai sekarang karena pada hakekatnya Al-Qur’an adalah mukjizat
abadi hingga akhir zaman. Sedangkan hadis qudsi bukan mukjizat.
2.
Al-Qur’an
hanya dinisbatkan kepada Allah semata, istilah yang dipakai adalah ‘Allah ta’ala
berfirman..’ Sedangkan hadits qudsi sebagaimana disebutkan sebelumnya hadis
tersebut diriwayatkan Nabi dengan disandarkan kepada Allah. Penyandaran
tersebut kadang bersifat insya’i (yang diadakan) contoh redaksi hadisnya ‘dari
Abu Hurairah Rasulullah mengatakan; Allah berfirman bahwa’ dan terkadang
bersifat ikhbar (pemberitaan) dimana Nabi mengabarkan hadis itu dari Allah,
contoh redaksi hadisnya; dari sahabat ibnu abbas sesungguhnya Rasulullah
mengatakan mengenai apa yang diriwayatkan dari tuhannya. Maksudnya saat Nabi
menyampaikan hadis qudsi, redaksinya terkadang bersifat langsung dan terkadang
tidak langsung.
3.
Al-Qur’an
dinukil secara mutawatir sehingga kepastian seluruh isi Alquran sudah mutlak
atau qath’i ats-tsubut. Sedangkan hadis qudsi sebagian besar memiliki dejarat
khabar ahad, maksudnya hadis yang diriwayatkan oleh seorang perawi pada tiap
tingkatan sanadnya. Sehingga kepastian hadis qudsi masih zhanni ats-tsubut.
Adakalanya shahih, hasan dan ada pula yang dhaif.
4.
Al-Qur’an
baik lafaz atau maknanya dari Allah, itulah wahyu. Sementara hadis qudsi
maknanya saja dari Allah sedangkan lafaznya dari Nabi, hadis qudsi hanya awahyu
dalam makna bukan lafaz. karenanya mayoritas ahli hadis berpendapat tidak
masalah meriwayatkan hadis qudsi dengan maknanya saja.
5.
Membaca
Al-Qur’an merupakan ibadah, setiap huruf yang dibaca bernilai pahala. Karena
itu Alquran dibaca saat salat. Sedangkan hadis qudsi, Allah tidak memerintahkan
membacanya dalam salat. Membacanya hadis qudsi tidak memperoleh pahala
sebagaimana membaca Alquran. Allah hanya memberikan pahala hadis qudsi secara
umum saja.
c.
Contoh
Hadits Qudsi
عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي، وَأَنَا
مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِي، فَإِنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِي، وَإِنْ
ذَكَرَنِي فِي مَلَإٍ ذَكَرْتُهُ فِي مَلَإٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ، وَإِنْ تَقَرَّبَ
إِلَيَّ بِشِبْرٍ تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا، وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَيَّ
ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ بَاعًا، وَإِنْ أَتَانِي يَمْشِي أَتَيْتُهُ
هَرْوَلَةً
“Dari Abu Hurairah
radhiallahu’anhu ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam
bersabda, Allah Ta’ala berfirman, “Aku mengikuti sangkaan hamba-Ku terhadap-Ku.
Dan Aku ada bersamanya jika ia senantiasa ingat Aku. Jika ia ingat Aku
sendirian, maka Aku pun akan ingat ia sendirian. Jika ia ingat Aku dalam
sekumpulan orang, Aku akan ingat dia dalam kumpulan yang lebih baik dari itu
(Malaikat). Jika ia mendekat kepadaKu sejengkal, Aku akan mendekat kepadanya
sehasta, jika ia mendekat kepadaku sehasta, Aku akan mendekat kepadanya satu
depa. Jika ia datang kepadaKu dengan berjalan, maka Aku akan mendatanginya
berlari” (HR. Bukhari no.7405).
BAB III
KESIMPULAN
Dari uraian yang telah disampaikan
pada Bab II, dapat kita ketahui bahwa Al-Wahyu adalah penyampaian Allah
terhadap hamba-hamba yang dikehendaki-Nya namun bersifat rahasia. Melalui
berbagai cara, yaitu : bisa melewati mimpi, melalui perantara malaikat,
tanda-tanda alam, dan ketika peristiwa isra’ mi’raj. Dalam pembahasan Al-Wahyu
adapula wahyu yang diturunkan namun bukan berupa ayat Al-Qur’an melainkan teks
Hadits, dinamakan Hadits Qudsi. Hadits Qudsi ialah Hadits yang dinukilkan
kepada Rasulullah, melalui firman Allah namun pelafalannya atau bunyi haditsnya
melalui Nabi. Biasanya berbunyi seperti ini “Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wasallam bersabda, Allah ta’ala berfirman…”. Sehingga hadits qudsi tidak
termasuk kategori dalam bacaan ayat Qur’an yang masuk kedalam rukun bacaan
shalat.
Demikian uraian tersebut kami sampaikan
untuk dikaji lebih lanjut. Kami memohon maaf bila terdapat kekurangan dan
kesalahan dalam makalah ini.
[2] Muhammad ‘Ali
Ash-Shabuni, At-Tibyan fi Ulum Al-Qur’an (Makkah
: Sayyid Hasan Abbas Syarbatly, 1980). Hal.6
[3] Al Hadits fi Ulumil
Qur’an wal Hadits, 1/175, Syaikh Hasan Muhammad Ayyub
[4] Musthalahul Hadiits,
1/5, Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin
[5] Musthalahul Hadiits,
1/6
[6] Al Hadits fi Ulumil
Qur’an wal Hadits, 1/175
DAFTAR PUSTAKA
Ilyas, Yunahar. Kuliah Ulumul Qur’an, Yogyakarta : Itqan Publishing, 2014
Academia.edu, “Terjemah 40 Hadits Qudsi”. <https://www.academia.edu/29255242/Terjemah_40_Hadits_Qudsi> [Diakses pada 17 September 2019]
Muslim.or.id, “Perbedaan Al-Qur’an dan Hadits <https://muslim.or.id/31262-perbedaan-al-quran-dan-hadits-qudsi.html> [Diakses pada 17 September 2019]
Wikipedia, “Wahyu” <https://id.wikipedia.org/wiki/Wahyu> [Diakses pada 17 September 2019]
Komentar
Posting Komentar